Puisi tanpa alur kepada kamu.
Sri
Tertawa dengan Siapa?
Baginya mungkin bulan yang
indah adalah pembohong
Menurutnya kehangatan sinar
bulan adalah pekat yang menyilaukan
Tidak menutup tapi tidak
terbuka
Sehelai kain yang ia bawa ke
mana-mana
Adalah satu-satunya dari yang
tersisa
Ada hatinya yang termangu
Namun nihil siapa yang ia
tunggu hingga menjemu
Satu per-satu daun mawar yang
ia petik jatuh
Tak kunjung jenuh duduk di
gubuk
Membawa pulang ternak ayah
Dengan cekatan melewati jerami
pinggir jalan
Ada bahagianya tertunda
semena-mena
Pergi petang tuk temui
kekosongan
Selalu mencerna sendiri lekuk
lorong depan halaman
Lagi dan lagi ia berdiam diri
Tidak seperti hari Senin
kemarin
Sri tertawa untuk pertama kali
Hakan
dan Karim berkelahi
Setiap hari dua orang sejati
mengunjungi kebun
Setiap pagi dua tubuh
menggunduk tanah
Setiap siang dua pasang raga
pulang kembali
Setiap sore dua-duanya pergi
menjelajah
Malam yang tidak pernah cahaya
bulannya menembus panca indera
Padahal sudah waktunya makan
malam
Malam yang udaranya seharusnya
mencekik paru-paru
Bukankah sudah waktunya
bergelung dalam saung
Langit yang tanpa aba-aba memamerkan
awan mendung
Juga Guntur yang datang
meraung-raung
Satu yang tertinggal adalah
suara jangkrik yang diam-diam ikut merenung
Seluruh penghuni hanya sepakat
diam
Lain halnya dengan langit, Guntur,
dan jangkrik yang tak bisa bungkam
Redup-redup api di dalam
pondok paling pojok
Terngangaklah dua siluet yang
sebelumnya tak pernah tersorot
Disusul suara-suara yang
terdengar kalut
Pun bongkahan-bongkahan alat
berkebun tercabut-cabut
Keluarlah dari sana
Gadis kecil tanpa busana
Zul
Merajuk Lagi
Lama Zul memandang dirinya di
pantulan air
Pulanglah Zul mendayung sampan
Musim gugur tahun itu adalah
yang Zul tunggu-tunggu
Setelah membasuh tangan dan
kaki di gentong depan rumah
Zul sengaja berdiri mengamati
satu pohon di pelatarannya
Terlalu cepat bagi Zul tuk
kembali rupanya
Zul ingin pergi
Rumahnya dilihatnya tak
bergairah lagi
Yang Zul cari adalah masa-masa
itu
Yang Zul tunggu harusnya ada
dan berdiri menyambutnya
Yang Zul temui bukan dirinya
yang dulu
“Apa tadi? Seonggok pohon
musim gugur yang jelek”
Zul terisak dalam kepergiannya
10 tahun kehidupannya membawa
seluruh jiwa nelangsanya
Zul hanya ingin dicintai dalam
pelukan’nya seperti dulu
Zul hanya ingin dijaga dan
dilindungi seperti dulu
Zul hanya ingin mendengar
suara’nya seperti dulu
Zul tidak menyukai
kepergiannya
Sebab ketika kembali
Zul tak bisa merajuk lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar