Senin, 06 Desember 2021

Puisi tanpa alur kepada kamu.


Sri Tertawa dengan Siapa?

Baginya mungkin bulan yang indah adalah pembohong

Menurutnya kehangatan sinar bulan adalah pekat yang menyilaukan

Tidak menutup tapi tidak terbuka

Sehelai kain yang ia bawa ke mana-mana

Adalah satu-satunya dari yang tersisa

Ada hatinya yang termangu

Namun nihil siapa yang ia tunggu hingga menjemu

Satu per-satu daun mawar yang ia petik jatuh

Tak kunjung jenuh duduk di gubuk

Membawa pulang ternak ayah

Dengan cekatan melewati jerami pinggir jalan

Ada bahagianya tertunda semena-mena

Pergi petang tuk temui kekosongan

Selalu mencerna sendiri lekuk lorong depan halaman

Lagi dan lagi ia berdiam diri

Tidak seperti hari Senin kemarin

Sri tertawa untuk pertama kali

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hakan dan Karim berkelahi

Setiap hari dua orang sejati mengunjungi kebun

Setiap pagi dua tubuh menggunduk tanah

Setiap siang dua pasang raga pulang kembali

Setiap sore dua-duanya pergi menjelajah

Malam yang tidak pernah cahaya bulannya menembus panca indera

Padahal sudah waktunya makan malam

Malam yang udaranya seharusnya mencekik paru-paru

Bukankah sudah waktunya bergelung dalam saung

Langit yang tanpa aba-aba memamerkan awan mendung

Juga Guntur yang datang meraung-raung

Satu yang tertinggal adalah suara jangkrik yang diam-diam ikut merenung

Seluruh penghuni hanya sepakat diam

Lain halnya dengan langit, Guntur, dan jangkrik yang tak bisa bungkam

Redup-redup api di dalam pondok paling pojok

Terngangaklah dua siluet yang sebelumnya tak pernah tersorot

Disusul suara-suara yang terdengar kalut

Pun bongkahan-bongkahan alat berkebun tercabut-cabut

Keluarlah dari sana

Gadis kecil tanpa busana

 

 

 

 

 

 

 

 

Zul Merajuk Lagi

Lama Zul memandang dirinya di pantulan air

Pulanglah Zul mendayung sampan

Musim gugur tahun itu adalah yang Zul tunggu-tunggu

Setelah membasuh tangan dan kaki di gentong depan rumah

Zul sengaja berdiri mengamati satu pohon di pelatarannya

Terlalu cepat bagi Zul tuk kembali rupanya

Zul ingin pergi

Rumahnya dilihatnya tak bergairah lagi

Yang Zul cari adalah masa-masa itu

Yang Zul tunggu harusnya ada dan berdiri menyambutnya

Yang Zul temui bukan dirinya yang dulu

“Apa tadi? Seonggok pohon musim gugur yang jelek”

Zul terisak dalam kepergiannya

10 tahun kehidupannya membawa seluruh jiwa nelangsanya

Zul hanya ingin dicintai dalam pelukan’nya seperti dulu

Zul hanya ingin dijaga dan dilindungi seperti dulu

Zul hanya ingin mendengar suara’nya seperti dulu

Zul tidak menyukai kepergiannya

Sebab ketika kembali

Zul tak bisa merajuk lagi

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memulai di Pertengahan

Mengetik lah jariku di tengah kalut pikiran dan semrawut opini orang sekitar. Kala kepingan ombak perubahan yang makin hari tak karuan, kupu...