Minggu, 16 Februari 2025

Memulai di Pertengahan

Mengetik lah jariku di tengah kalut pikiran dan semrawut opini orang sekitar. Kala kepingan ombak perubahan yang makin hari tak karuan, kuputuskan untuk menuju hilir ikuti arus peradaban. Dimensi dan kontradiksi berputar menjadi sarapan tiap pagi. 

Diriku yang bukan tuan puteri harus terbangun dengan otot-otot yang mudah sekali keram. Tidak di pagi hari apalagi saat embun membulat sempurna. Namun ketika matahari naik 30 derajat, dan sarapan yang sengaja diletakkan di samping dipan. Kemana orang rumah? "Ah pasti sedang sibuk mendunia". Tidak perlu menata kasur ataupun menyapu teras, melainkan tertawa bersama konglomerat fana.

Tak ada kisah indah apalagi romantis. Yang tertakdir sebagai anak pertama hanya mengenal kerja keras serta muka lempeng beribu tuntutan. Berharap untuk berdansa dan bermanja, sayangnya tertampar keadaan yang memaksa tuk  jadi perawan sampai petang. Hari, minggu, bulan, dan sekarang 2025. Pundak loyo kaki membiru. Hatinya berdetak sedangkan jantungnya berdenyut. Tak satupun nurani menanyai kabar diri ini. Selalu harus di depan dan berdarah-darah. Dia menatap dirinya pada air, bayangan ia tentunya bergoyang. Tak kenal tenang.

Sambil menatap plafon yang menyoklat bekas hujan, tangan terangkat ingin meraup bintang yang hanya terlihat di sela belitan otak kanan. Terlelap. 

Memulai di Pertengahan

Mengetik lah jariku di tengah kalut pikiran dan semrawut opini orang sekitar. Kala kepingan ombak perubahan yang makin hari tak karuan, kupu...